Sebagai kota metropolitan, Surabaya terus mengalami modernisasi. Baik dari bidang ekonomi, hingga kulinernya. Itu sebabnya saat ini semakin banyak café yang menjamur di setiap sudut kota Surabaya.
Namun tahukah Womanblitzer kalau ternyata Surabaya juga memiliki kuliner tradisional atau sering disebut jajan pasar. Mungkin bagi anda yang kelahiran 80-an masih pernah merasakan uniknya makanan tersebut, namun bagaimana dengan anak anda?
Dalam buku “Monggo Dipun Badhog” karangan bapak Dukut Imam Widodo, ada beberapa jajanan khas Surabaya, antara lain: Mageli, Juwawat, Roti Benthel, Lempang-lempung, Dumbleg, Grobyak, Bongko, Gebedel, Jemunek, Bikang, Onde-onde, Nogosari, Klanthing, Klepon, Kucur, Getas, dll. Namun sayang sekali beberapa sudah jarang terlihat di pasar-pasar tradisional atau saat perayaan di kampung-kampung. Hanya beberapa saja yg hingga kini masih dapat kita temui, seperti.
KUCUR
Jajan ini terbuat dari tepung beras, tepungterigu, gula merah, kayu manis, daun pandan, gula pasir dan garam.
PERUT AYAM
Namanya perut ayam, bukan berarti terbuat dari isinya perut aya. Jajanan ini terbuat dari tepung terigu, telur, ragi, tape, gula dan sedikitgaram. Setelah menjadi tercampur dan difermentasikan adonan kmd dituangkan kedalam minyak goreng yg telah panas sambil dibentuk melingkar menyerupai ususayam.
BIKANG
Bentuknya merekah seperti bunga, bila tidak terbiasa mencongkel dari cetakan maka kuepun tidak dapat merekah dan rasanya manis gurih. Penjual bikang yg hingga kini masih melestarikan jajanan ini bisa kita temui di kampong Peneleh
JONGKONG
Yang membuat jajanan ini semakin sulit ditemui karena salah satu bahannya menggunakan batang padi (bhs.jawa = merang) yg dibakar kemudian abunya diayak dan digunakan untuk campuran adonan.
BONGKO MENTHO
Jajanan ini dibuat dari tepung beras, santan di dalamnya diisi dengan daging dan dibungkus daun pisang.
ONDE ONDE
Sebetulnya asal usul jajanan ini berasal dari negri Tiongkok yaitu saat zaman dinasti Tang, di mana makanan ini menjadi kue resmi daerah Changan (sekarang Xian)yang disebut ludeui(碌堆). Makanan ini kemudian dibawa oleh para pendatang menuju ke daerah selatan Cina, lalu berkembang luas hingga daerah-daerah Asia timur dan tenggara.
Dan kalau kita melihat tahun-tahun keberadaan kekasisaran Dinasti Tang dan kerajaan Majapahit, maka dengan mudah kita bisa menebak bahwa onde-onde memang dibawa oleh orang-orang Tiongkok yang berkunjung ke Majapahit pada masa itu, salah satunya adalah Laksamana Zheng He atau Cheng Ho dari masa kekaisaran Dinasti Ming (1368-1644). Diperkirakan, sejak saat itu onde-onde sudah dikenal di kerajaan Majapahit (1300-1500M).
Jika pada awalnya onde-onde diperuntukkan bagi para pekerja yang sedang membangun istana kekaisara dan kemudian menjadi kue istana, maka dalam perkembangannya, onde-onde pun dikenal sebagai salah satu kue yang disajikan dalam perayaan Tahun Baru China. Dalam perayaan tahun baru China ini, onde-onde memiliki makna khusus. Bentuk onde-onde yang bulat dan permukaan berwarna kekuningan (karena dilaburi wijen) melambangkan suatu keberuntungan. Sementara bentuk onde-onde yang mekar saat digoreng melambangkan harapan mengenai perkembangan usaha yang dilakukan.