Kita sudah di ujung Ramadhan, dan wabah COVID ternyata nggak cukup mengubah ritual Lebaran : baju baru. Atas nama tampil trendy di hari Lebaran, banyak orang rela menggadaikan nasib dengan berdiri berdesakan di depan kasir, berjubel di pasar, dan menyerbu pusat grosir. Mungkin lupa, kalau malaikat Izrail nggak melihat model jilbab terbaru atau baju trendy saat melaksanakan tugas.
Atas nama menjaga ritual, atau mungkin juga berasas ingin pamer baju baru, beberapa orang juga tetap mudik sembunyi-sembunyi. Semua moda transportasi antar kota antar provinsi dibuka, secara resmi masyarakat dilarang mudik, tapi sungguh kita patut mewaspadai kreativitas masyarakat negara berflower ini, mulai beli surat keterangan sehat di market place, menyelundupkan diri dalam terpal barang angkutan, atau beradu galak dengan aparat di lapangan.
Sementara para tenaga medis masih menggadai nyawa, masyarakat sepertinya abai dan nggak peduli-peduli amat dengan keselamatan jiwanya. Sementara makin banyak perawat dan dokter yang tutup usia, rakyat Indonesia kelihatannya hidup di realitas lain, seolah punya nyawa cadangan. Mungkin memang waktunya untuk berhenti berharap ke rakyat Indonesia. Mungkin waktunya seleksi alam bekerja, sehingga mereka-mereka yang keras kepala, ngototan, pede bin halu dengan semua teori konspirasi virus, dipilih nasib dan dijemput “pulang” lebih awal. Mungkin nantinya, kita punya masyarakat yang sedikit lebih cerdas dan lebih peduli.
Tapi sayangnya virus Corona nggak bermata!