Yang dicari, hilang
Yang dikejar, lari
Yang ditunggu
Yang diharap
Biarkanlah semesta bekerja
Untukmu
(Lirik Rehat, Kunto Aji)
Nyaris 36 tahun dari hidup saya, dihabiskan dengan berlari dan berpacu. Sibuk jadi paling pintar, paling baik, paling dikenal, paling beda, paling unik, paling kreatif, dan paling-paling yang lainnya. Seperti hidup di lintasan lari, 24 jam. Seperti karet, diulur ke rentang batas elastisitasnya. Pol!
Dulu, orang-orang selalunya bertanya, ibu saya terutama, “Emang kamu nggak capek?” Dulu, selalunya saya jawab sambil bersungut-sungut, “Ini hidupku, ini caraku. Hidup ngapain dibikin gitu-gitu aja?”. Seolah selalu berpacu, berlari, sibuk, adalah satu-satunya jalan dan pilihan untuk melalui hidup.
Lalu, 5 tahun lalu, datanglah musim baru: nikah, hamil, punya 2 anak berendeng, bersusulan tanpa saya sempat menarik nafas. Dan dunia berputar 180 derajat.
Karet saya tiba-tiba dol, nggak bisa ditarik lagi. Lari saya tiba-tiba nol, nggak bisa berpacu lagi. Jiwa kompetisi tiba-tiba pet, mati. Saya mulai menikmati slow living, hidup lambat. Tidak melakukan sesuatu adalah kenikmatan terbesar. Berhenti berlari, berjalan-pelan-pelan, lihat kiri-kanan, menikmati pemandangan, ternyata membuka banyak pintu baru.
Duduk, diam, menghitung nafas, ternyata enak juga. Makan pelan-pelan, menikmati setiap suapan, ternyata nikmat juga. Menaruh porsi beban dan khawatir secukupnya di piring kehidupan saya, mencerna pelan-pelan ternyata nyaman juga.
Mungkin saya tua, capek, aus, kelelahan, dimakan waktu. Mungkin ini rehat yang sementara untuk merawat kesehatan dan kewarasan. Mungkin juga ini hidup baru, dan saya nggak akan mungkin kembali bisa berlari, berpacu, berkompetisi, bukan semata nggak mampu tapi karena nggak mau. Saya percaya, semesta berkerja untuk saya, dalam diam. Semua ada waktunya. Nikmati!